Jumat, 05 Juli 2013

Perjalanan RUU Palang Merah

Ketua DPR Marzuki Alie, pada Rabu, 27 Juni 2013, hadir di Sarasehan Temu Karya Nasional (TKN) V Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) 2013 yang mengambil tema “Kemanusiaan, Semangat Kemandirian dan Jiwa Muda yang Kreatif dan Inovatif”, di Malang. Pada acara tersebut hadir kader PMI para relawan, yang terdiri dari empat unsur, yaitu pelajar yang tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR), mahasiswa tergabung dalam Korps Sukarela (KSR), Profesional seperti pengacara, dokter dsb, dan anggota masyarakat yang melakukan donor darah Donor Darah Sukarela (DDS).

Pada sarasehan tersebut, Ketua DPR menyampaikan seminar mengenai RUU Kepalangmerahan yang saat ini sedang dogodog di DPR. Menurutnya, kegiatan kepalangmerahan adalah kegiatan kemanusiaan, berupaya mendukung tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk menciptakan ketertiban dunia dan berkeadilan sosial. Tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara yang digunakan adalah melalui kegiatan kepalangmerahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Indonesia sangat berkepentingan dalam melindungi warganya, menjaga perdamaian nasional dan internasional, menjaga fasilitas kemanusiaan dan lain-lain. Indonesia juga turut berperan dalam misi perdamaian internasional. Dalam melaksanakan misi ini, dibutuhkan identitas yang diterima secara universal, misalnya lambang seperti Palang merah, Bulan Sabit Merah atau Kristal Merah, sebagaimana diatur Konvensi Jenewa. Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan UU No. 59 Tahun 1958 tentang Keikutsertaan Negera Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara No. 109 Tahun 1958).

Menurut Ketua DPR, sejak tahun 1950, Indonesia telah memiliki Perhimpunan Nasional Gerakan Palang Merah, melalui Keppres No. 25 Tahun 1950 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Perhimpunan Palang Merah Indonesia, dan Keppres No 246 Tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Oleh karena itu, PMI harus diperkuat dengan hadirnya UU Kepalangmerahan agar kinerja PMI dapat lebih baik dan universal bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dalam RUU Kepalangmerahan, salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam Konvensi adalah prinsip kesatuan (unity), yang mengatur bahwa setiap negara hanya boleh menggunakan salah satu dari ketiga lambang tersebut (Palang Merah, Bulan Sabit Merah atau Kristal Merah). Penggunaan dua lambang ini sekaligus dalam satu negara tidak diperkenankan. Artinya, satu negara satu lambang. Dan Indonesia menggunakan lambang PMI sebagai perkumpulan yang eksis sejak kemerdekaan Indonesia.

Namun demikian, menurut Marzuki Alie yang pada saat itu diangkat sebagai anggota kehormatan PMI, mengatakan bahwa ada beberapa permasalahan umum yang sedang dibahas di RUU Permasalahan terkait kepalangmerahan.

”Antara lain, lambang, terjadi penyalahgunaan lambang yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak berwenang. Organisasi, antara lain karena keterbatasan pendanaan, sarana dan prasarana, pengembangan SDM serta kelembagaan perhimpunan nasional yang belum kuat. Koordinasi, permasalahan yang terjadi karena masih belum ada koordinasi satu pintu dalam penggunaan bantuan kemanusiaan khususnya kepalangmerahan. Peran BNPB dan BDPB dan lembaga kemanusiaan lainnya harus ditingkatkan. Tanggungjawab pemerintah dalam hal kepalangmerahan, misalnya masih kurangnya pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan kepalangmerahan dan kurangnya dukungan bantuan dan fasilitas bagi kegiatan kepalangmerahan,” demikian disampaikan Marzuki Alie.

Sementara, hal lain yang perlu diperhatikan adalah peran relawan (volunteer) yang harus tidak termotivasi oleh keuntungan pribadi. Peran relawan sangat penting dalam tanggap bencana di Indonesia, seperti tsunami Aceh dan lain-lain, sehingga perlu dukungan dan perlindungan. Kegiatan kepalangmerahan tidak hanya pada saat darurat atau pada masa perang saja, namun juga pada masa dami, untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan lain-lain. Dengan demikian dengan alasan-alasan ini pula, DPR menginisiasi RUU Kepalangmerahan.

Keterlambatan Pembahasan RUU
Hadirnya UU Kepalangmerahan merupakan konsekuensi logis bagi negara-negara penandatangan Konvensi Jenewa (192 negara penandatangan). DPR-RI periode 2004-2009 sebenarnya pernah membahas RUU tentang Lambang Palang Merah, dan dibahas tahun 2005 selama 4 tahun berturut-turut, namun berhenti saat masa tugas anggota DPR periode tersebut berakhir. Namun demikian, sejak DPR-RI periode ini hadir, RUU Kepalangmerahan telah masuk di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2013 (sejak tahun 2012 telah disusun), bahkan masuk dalam prioritas urutan RUU yang ke-36. RUU ini adalah RUU inisiatif DPR, diprakarsai oleh Badan Legislasi (Baleg DPR-RI) dan kemudian disetujui oleh Rapat Paripurna (bulan April 2013) menjadi RUU DPR. DPR telah menetapkan bahwa penanganan atas RUU ini ditangani oleh Panitia Khusus. RUU Kepalangmerahan dibuat bukan hanya membahas masalah lambang dan penggunaannya, tetapi juga tentang Palang Merah Indonesia dan peran serta masyarakat dalam kegiatan kepalangmerahan.

RUU ini sebenarnya amat berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan melalui pembentukan Perhimpunan Nasional yang menggunakan lambang kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal. Persoalan pokok yang perlu dibahas dan diatur dalam RUU Kepalangmerahan, diantaranya adalah konsep tentang pengertian Kepalangmerahan, Lambang Palang Merah dan Lambang Palang Merah Indonesia serta bagaimana penggunaannya. Pengaturan tentang satu Perhimpunan Nasional Palang Merah Indonesia yang menjadi Perhimpunan Nasional di Indonesia. Pengaturan tentang penggunaan simbol-simbol Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagai perhimpunan nasional Indonesia. Tugas pokok PMI, struktur kepengurusan dan wilayah, pendanaan, bagaimana kordinasinya dengan para stake holder terkait, kerja sama PMI, dan lain-lain. Pengaturan tentang pihak yang berwenang untuk mengeluarkan atau memberikan rekomendasi/ijin terhadap pengguna Lambang Palang Merah dan Lambang Palang Merah Indonesia. Dll.

Selain itu, Ketua DPR juga menjelaskan mengenai prinsip kepalang merahan, yaitu asas kemanusiaan, asas kesamaa, asas kenetralan, asas kemandirian, asas kesukarelaan, asas kesatuan, dan asas kesemestaan.

Dialog
Dalam sesi tanya jawab, para peserta seminar banyak menanyakan mengenai Keppres No. 25 Tahun 1950 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Perhimpunan Palang Merah Indonesia, yang seharusnya diganti dengan Undang-Undang (Palang Merah). Namun UU ini tidak segera selesai padahal sudah dibahas sejak tahun 2005 oleh DPR periode 2004-2009. Alasannya, tidak ada “duit” yang mendukung anggota DPR untuk segera membahasnya, tidak seperti UU yang berkaitan langsung dengan pebisnis misalnya, sehingga pebisnis itu ikut membiayai penyelesaian RUU sesuai kepentingannya. RUU PMI adalah RUU sukarela, sehingga pembahasannyapun “sukarela”.

Selain itu, diharapkan RUU ini juga menempatkan PMI sebagai perkumpulan yang harusnya ikut didanai oleh APBN atau APBD, minimal 0,1%. Selain itu, muncul juga pertanyaan mengenai pentingnya kunjungan kerja keluar negeri yang dilakukan DPR untuk membahas RUU, dan komitmen DPR dalam menyelesaikan RUU Kepalangmerahan.

Peserta yang berasal dari beberapa negara dan seluruh provinsi di Indonesia itu saling berebut. Namun demikian, secara umum mereka menanyakan penyalahgunaan lambang PMI dan sanksi-sanksi hukum bagi penyalahguna lambang PMI. Pada termin I ini, Ketua DPR menerangkan mengenai proses pembahasan RUU dari awal hingga pengambilan keputusan tingkat II (pengesahan). Dijelaskan kembali bahwa RUU Kepalangmerahan telah masuk di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2013 (sejak tahun 2012 telah disusun), bahkan masuk dalam prioritas urutan RUU yang ke-36. RUU ini adalah RUU inisiatif DPR, diprakarsai oleh Badan Legislasi (Baleg DPR-RI) dan kemudian disetujui oleh Rapat Paripurna (bulan April 2013) menjadi RUU DPR.

DPR telah menetapkan bahwa penanganan atas RUU ini ditangani oleh Panitia Khusus. Dengan demikian RUU ini di DPR sudah bulat, dan saat ini “bola” ada ditangan Pemerintah, untuk menunjuk siapa Menteri yang akan membahas bersama DPR. Target penyelesaiannya tahun ini selesai, sehingga ketika Munas PMI tahun 2014 nanti, sudah ada RUU Kepalangmerahan sebagai payung hukum. Setelah pemerintah menunjuk menteri-menterinya, kemudian dilakukan RDPU dan RDP dan proses pembahasan DIM sampai pengambilan keputusan tingkat I dan II di paripurna. DPR tidak bias membahas RUU sendirian tanpa Pemerintah, sebab RUU harus dibahas bersama pemerintah.

Mengenai Kunker luar negeri, Ketua DPR intinya menyampaikan bahwa Kunker luar negeri disetujui atau tidak disetujui oleh Pimpinan DPR sesuai Tata Tertib. Namun demikian, Pimpinan DPR mengambil kebijakan bahwa Kunker luar negeri hanya dilakukan untuk proses pembahasan RUU (bidang legislasi) saja, yang memang harus melakukan kunker karena data didalam negeri tidak ada atau tidak bisa dilakukan dengan browsing internet. Kunker dilakukan untuk mendukung pembahasan RUU, dan perlu diskusi dengan pihak luar negeri yang memiliki data dan pengalaman yang dibutuhkan. Sebenarnya, pembatasan kunjungan kerja luar negeri oleh Pimpinan DPR ini “menyalahi Tata tertib” sebab Tata tertib memang membolehkan Kunker luar negeri, namun pimpinan DPR memilih, bahwa hanya untuk bidang legislasi sajalah yang boleh kunker luar negeri. Kunker ini untuk memperkuat hasil pembahasan RUU yang dibahas, DPR tidak ingin RUU yang dihasilkan nanti cepat kadaluarsa.

Mengenai anggaran, RUU Kepalangmerahan menjamin dana anggaran dari APBN dan APBD. Kalau sudah ada UU-nya maka pengaturan dana dari negara pasti ada. Masalah besarannya tergantung pembahasan dengan pemerintah. Mengenai penyalahgunaan lambang dan sanksi tentu sudah diatur dalam RUU ini.

Pada termin kedua, disampaikan beberapa pertanyaan dari PMI NTT, yang menyampaikan bahwa lambang PMI bukan lambing salib. Dari PMI Jakarta, menyampaikan bahwa prinsip PMI salah satunya adalah “kesatuan”, yaitu dalam satu negara satu lambang. Di Indonesia adalah lambang palang merah PMI bukan yang lain, bukan Bulan Sabit Merah atau Kristal Merah. Dengan demikian, di Indonesia hanya ada PMI, bukan lainnya. Dan dijelaskan pula bahwa PMI bukan salib, dan Bulan Sabit Merah bukan Islam.

Selain itu, PMI Jakarta menanyakan strategi penyelesaian RUU Kepalangmerahan. Dari PMI Jateng dan Jambi, juga menyampaikan juga tentang bagaimana strategi dan komitmen DPR tentang penyelesaian RUU Kepalangmerahan. Dari PMI Maluku Utara menanyakan perihal diwajibkannya seragam pramuka di sekolah sementara seragam PMI atau PMR tidak. Mestinya Meteri Pendidikan juga mengatur seragam untuk dipakai wajib di sekolah. Kalau ketentuan seragam PMi ini tidak dilakukan, tentu saja seragam Pramuka juga tidak boleh diatur untuk dipakai wajib di sekolah.

Dari PMI Gorontalo menyampaikan alasan mengapa UU BNPB dibahas 2004 dan tahun 2007 selesai dibahas, lebih cepat dari pembahasan RUU Palang Merah yang tidak selesai. Apakah ada diskriminasi pembahasan RUU? Komitmen pembahasan RUU Kepalangmerahan ini juga ditanyakan kembali oleh PMI Sumbar, Sulut dan Sultenggara. PMI Sultenggara juga menanyakan mengenai rompi bulan sabit merah yang pernah dipakai oleh Ketua DPR, padahal di Indonesia hanya ada Palang Merah.

Ketua Ketua DPR di termin II ini, menyampaikan bahwa PMI tidak perlu khawatir dengan komitmen DPR. RUU ini sudah sah menjadi inisiatif DPR dan telah dibentuk Pansus lintas Komisi, tahun ini target selesai dan semua kekhawatiran mengenai dana, lambang, sanksi, tidak perlu dikhawatirkan. RUU ini sudah bulat di DPR, tidak sebagaimana pembahasan di DPR periode lalu yang rumit. Masyarakat tidak perlu menggeneralisir beberapa oknum DPR yang tidak amanah dalam membahas RUU, tentu lebih banyak anggota DPR yang amanah dibanding yang tidak amanah. Ketua DPR mencontohkan pengawalan langsung RUU yang penting, seperti RUU BPJS yang dikawal sampai pukul 3 pagi oleh Ketua DPR dan pukul 10 hari itu juga, disahkan segera. Masalah seragam Pramuka di sekolah, menurut Pak Imam Utomo Ketua PMI Jatim, PMI baru saja MoU dengan Mendikbud mengenai seragam. Seragam Pramuka bisa saja dilengkapi lambang PMI. Ini tidak masalah.

Mengenai rompi Bulan Sabit Merah yang pernah dikenakan oleh Ketua DPR, dijelaskan bahwa pada saat Ketua DPR berkunjung ke Gaza Palestina, Ketua DPR dianugerahi anggota kehormatan Bulan Sabit Merah Palestina. Itu diterima, jauh sebelum PMI menganugerahi Ketua DPR sebagai anggota kehormatan. Namun demikian, RUU Kepalangmerahan yang mengatur satu negara satu lambang, tentu Ketua DPR akan selalu mengenakan rompi palang merah Indonesia. Mengenai BNPN dan BDPB, Ketua DPR meminta agar PMI dapat bekerjasama.

Selanjutnya, ketika seminar akan ditutup oleh Moderator, masih banyak pertanyaan dari peserta, antara lain dari PMI Papua yang menanyakan mengenai penegakan hukum terhadap RUU jika telah di UU-kan. Sebab ia melihat tidak ada ketegasan terhadap penegakan hukum di Indonesia, ia mencontohkan, pengibaran bendera Indonesia saja tidak bisa ditegakkan sepenuhnya, ada bendera OPM di Papua bendera GAM di Aceh dan seterusnya. Ini menunjukkan ketidaktegasan dalam menegakkan UU. PMI Papua khawatir, bahwa penegakan UU PMI juga tidak bisa ditegakkan sebagaimana bendera.

Ketua DPR menjawab bahwa komposisi lembaga negara saat ini adalah setara, ada check and balances dalam menegakkan UU, tidak sebagaimana Orde Baru yang masih menempatkan lembaga eksekutif sebagai lembaga superior. Di era amandemen ini, penegakan UU dan penegakan hukum dilakukan dengan pengawasan bersama DPR dan masyarakat secara langsung. DPR dan Pemerintah membuat UU, Pemerintah melaksanakan UU, jika ada kesalahan dalam membuat UU maka MK langsung mengevaluasi UU tersebut. Jika Pemerintah (eksekutif) lalai dalam melaksanakan UU, maka DPR sebagai lembaga pengawas pelaksanaan UU itu langsung menegur pada lembaga eksekutif. Kita tidak bisa menyalahkan satu lembaga saja dalam masalah penegakan hukum ini.
Oleh - oleh TKN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo Siap Bencana

Dalam upaya pembentukan karakter Kesiapsiagaan bencana sebagai goals dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) maka dimulai sejak dini d...