Selasa, 21 Agustus 2018

Skala bencana


Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa Penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh Gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh Bupati/Wali kota.

Memperhatikan  Dampak gempa Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 SR pada 29/7/2018 yang kemudian disusul gempa 7 SR (5/8/2018), 6,5 SR (19/8/2019 siang) dan 6,9 SR (19/8/2018 malam) menyebabkan 506 orang meninggal dunia, 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 7,7 trilyun.
Melihat dampak gempa Lombok tersebut lantas banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional.
Perlu diketahui bahwa penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama yakni:
1. Jumlah korban;
2. Kerugian harta benda;
3. Kerusakan prasarana dan sarana;
4. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana;
5. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Namun indikator itu saja tidak cukup. 
Ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemerintah Daerah apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak.

Belajar dari Tsunami Aceh 2004 yang ditetapkan sebagai bencana nasional pada saat itu karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya. 
Luluh lantak dan tidak berdaya sehingga menyerahkan ke Perintah Pusat. 
Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. 
Risikonya semua tugas Pemerintah Daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. 
Bukan hanya bencana saja.

Dengan adanya status bencana nasional maka terbukanya pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan. 
Sebagaimana  konsekuensi Konvensi Geneva.
 Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Semua  ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. 
Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. 
Sebab bangsa Indonesia banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004

Perlu kita pahami mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. 
Jangan beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional. 
Tanpa ada status itu pun saat ini, sudah mengerahkan sumber daya nasional. 
Hampir semua. Yang bergerak / dikerahkan personil dari unsur pusat seperti TNI, Polri, Basarnas, kementerian lembaga terkait dan lainnya. 
Bantuan logistik dari BNPB, TNI, Polri dan lainnya. Rumah sakit lapangan dari Kementerian Kesehatan dan TNI. Santunan dan bantuan dari Kementerian Sosial. Sekolah darurat dari Kementerian PU Pera dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Termasuk lembaga Pusat lainya termasuk PMI. Semua sudah mengerahkan sumber daya ke daerah. Jadi relevansi untuk status bencana nasional tidak relevan  

Dalam penanganan bencana, apalagi urusan bencana sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah maka kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemerintah pusat hadir memberikan pendampingan atau perkuatan secara penuh. 

Penanganan bencana-bencana besar di Indonesia, hampir semuanya berasal dari bantuan pemerintah pusat. Namun kendali dan tanggung jawab tetap ada di pemerintah daerah tanpa harus menetapkan status bencana nasional. Penanganan bencana seperti gempa Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010, banjir bandang Wasior 2010, banjir Jakarta 2013, banjir bandang Manado 2014, kebakaran hutan dan lahan 2015, erupsi Gunung Sinabung 2012 sampai sekarang, erupsi Gunung Kelud 2014, gempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya sebagian besar penanganan skala nasional dan bantuan dari pusat. Tanpa menetapkan status bencana nasional.

Kita kurangi ajang berpolemik dengan status bencana nasional. 
Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada msyarakat yang terdampak. Pemda tetap berdiri dan dapat menjalankan tugas melayani masyarakat.
Pemerintah pusat pasti membantu. 
Skala penanganan sudah skala nasional. 
Potensi nasional masih mampu untuk menangani bencana  hingga pascabencana nantinya.

Marilah  kita bersatu. 
Bencana adalah urusan kemanusiaan. 
Singkirkan perbedaan ideologi, politik, agama, dan lainnya untuk membantu korban bencana. Masyarakat   memerlukan bantuan kita bersama. 
Gunakan Energi kita  untuk membantu masyarakat  terdampak bencana

Sumber  : Berbagai sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo Siap Bencana

Dalam upaya pembentukan karakter Kesiapsiagaan bencana sebagai goals dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) maka dimulai sejak dini d...